Kamis, 26 Maret 2015

STRUKTUR RUMAH KUDUS



Studi Struktur dan Konstruksi Bangunan Tradisional Rumah Pencu di Kudus

Rumah Pencu Kudus

Sumber : Hasil pengukuran lapangan (2011) 
Setelahnya dilakukan pengembangan ke sisi

luar pada keempat arah, depan (ngajeng),

belakang (wingking), samping kanan (iringan

tengen), dan samping kiri (iringan kiwa)

dengan penambahan blandar pananggap.

Pananggap ini sebagai perluasan dari ruang

inti rong-rongan. Batas-batas pada sisi luar

dibawah blandar pananggap ini dipasang

gebyok, gebyok merupakan panil-panil

pembatas ruang dalam dengan ruang luar.

Koneksi gebyok dengan tiang-tiang pananggap

menggunakan kaitan sistem panil, gebyok

dipasang dengan dijepit dua profil baik dari

dalam dan dari luar, kecuali gebyok pada

emper ditambahkan gebyok sorong.

Pada rumah pencu ditemukan karakter khusus

pada perluasan blandar pananggap yang

terjadi pada bagian depan/emper. Gebyok

yang ada pada segmen emper tidak segaris

dibawahnya blandar pananggap emper,

gebyok mundur 1 meter sebagai upaya

perluasan teras depan dan struktur gebyok

pun memiliki dua lapis karakter.

Seperti halnya telah dijelaskan didepan bahwa

bangunan joglosatru merupakan salah satu

khasanah bentukan griya jawa berkarakter

joglo, yang secara struktur mampu

mengantisipasi gempa disamping mampu

menopang beban dirinya sendiri. Kelenturan

struktur merupakan wujud dari sistem ikatan

yang tidak permanen, seperti ‘cathokan’

(sambungan coak dan lidah) dan ‘anjingan’

(ceblokan). Dua sistem koneksi ini merupakan

inti sistem gaya geser yang lentur, dengan

perkuatan pada arah beban yang akan terjadi,

sehingga mampu merespon, yang akibatnya

bangunan tidak mudah roboh.

Untuk melaksanakan pekerjaan dalam

mewujudkan bangunan rumah pencu yang

berkarakter joglo diawali merangkai soko-guru

dan blandarnya yang membentuk bangunan

balok berdiri yang merupakan ruang inti joglo

yang disebut sebagai rong-rongan yang berdiri

di 4 (empat) pondasi yang disebut umpak

dengan sistem ceblokan. Tidak ada ikatan

yang sifatnya permanen dalam sistem struktur

tersebut, penggunaan pantek (santek) sangat

dominan dalam membangun konstruksi

tersebut.

Tahapan selanjutnya membangun tumpang

dan sari yang merupakan elemen transisi

antara rong-rongan terhadap rangka dan

penutup atap dengan sebutan ‘brunjung’.

Tumpangsari bersifat menghilangan gaya

lateral yang diakibatkan oleh gempa. Momen

yang terjadi karena beban lateral oleh gempa

diserap dan dibuat nol oleh tumpang sari yang

dibantuk oleh kekuatan ikatan yang disebut

‘purus’.

Saat terjadi gempa, apa yang diterima oleh

bangunan melalui elemen pondasi

menunjukan momen nol. Pondasi yang

berbentuk umpak dengan sistem ikatan

ceblokan berlaku sebagai jepit (sendi)

sehingga bersifat diam, sedangkan momen

terbesar pada blandar dan sunduk yang

menopang tumpangsari.





pampbudhi